|
|
Televisi adalah media yang paling luas
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Jenis media ini, sebagai media
audio-visual, tidak membebani banyak syarat bagi masyarakat untuk menikmatinya.
Dalam budaya masyarakat kita saat ini, belum dikatakan lengkap suatu rumah
tanpa adanya pesawat televisi didalamnya. Ini membuktikan betapa televisi telah
mengalami pergeseran dari yang semula sebagai penyedia informasi kini lebih
banyak sebagai media hiburan. Tidak hanya masyarakat perkotaan yang mempunyai
tingkat konsumerisme tinggi pada televisi namun masyarakat pedesaan atau pinggiran
juga demikian.
Media massa, terutama televisi,
merupakan sarana yang sangat efektif untuk mentransfer nilai dan pesan yang
dapat mempengaruhi khalayak secara luas. Bahkan televisi dapat membuat orang
kecanduan. Interaksi masyarakat, terutama anak-anak terhadap televisi sangat
tinggi. Tanpa terbentur dari keluarga kaya atau miskin, korban pertama dari
pengaruh televisi adalah anak. Anak di bawah dua tahun (dalam sebuah catatan
penelitian sebuah akademi dokter anak di Amerika) yang dibiarkan orangtuanya menonton
televisi akan menyerap pengaruh merugikan. Terutama, pada perkembangan otak,
emosi, sosial, dan kemampuan kognitif anak. Menonton televisi terlalu dini bisa
mengakibatkan proses wiring, proses penyambungan antara sel-sel otak
menjadi tidak sempurna. Dari uraian tersebut, terlihat jelas dampak buruk media
televisi untuk anak. Apalagi di Indonesia saat ini banyak sekali acara yang
tidak mendidik.
Hasil penelitian dari Yayasan
Pengembangan Media Anak (YPMA-Kidia) menyebutkan bahwa Kekerasan adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari sinetron remaja kita. Bentuk kekerasan yang paling
banyak ditemui adalah kekerasan psikologis 41% yang diekspresikan secara
verbal, diikuti dengan kekerasan fisik 25%. Dari sisi pelaku kekerasan maupun
korban kekerasan, tidak terdapat perbedaan yang besar antara laki-laki dan
perempuan. Sedangkan motif terjadinya kekerasan, sebanyak 90% dilakukan secara
sengaja / terencana, dan sebagian besar usia pelaku maupun korban adalah
remaja. Temuan lain adalah dominasi tema percintaan dalam sinetron remaja yang
mencapai sekitar 85%. Ekspresi yang berkaitan dengan seks adalah adegan-adegan
di sekitar ‘hubungan seks' yakni sebanyak 57%. Meski adegan yang tersebut hanya
secara eksplisit, namun bisa diasumsikan pada adegan hubungan seks yang
sebenarnya.
Salah satu dampak negatif televisi
adalah perubahan perilaku, karakter, dan mental penontonnya terutama pada anak.
Hal ini dikarenakan acara televisi yang disajikan semuanya hampir sama. Salah
satunya sinetron yang banyak menampilkan adegan kekerasan, gaya hidup hedonis,
seks, ataupun mistik. Jika masyarakat banyak yang kurang setuju dengan pendapat
ini, para owner atau pemilik media akan beralasan jika penayangan acara
tersebut merupakan permintaan pasar yang dibuktikan dengan tingginya rating.
Dengan sistem rating, program-program unggulan (ini juga tak berkait dengan
kualitas, melainkan kuantitas nilai jumlah pemirsa) akan menjadi rebutan para
pemasang iklan. Dengan begitu industri kapitalis hanya akan berfikir bagaimana
memperoleh keuntungan tanpa memperdulikan dampak yang terjadi pada masyarakat
khususnya anak-anak.
Untuk mengantisipasi dan membuat
orangtua lebih protect terhadap anak yang menonton siaran televisi ialah
melalui Media Literacy atau gerakan Melek Media. Livingstone menyebutkan bahwa
gerakan media literacy yaitu sebuah gerakan mendidik publik agar mampu
manghadapi menghadapi media massa secara bijak dan cerdas. Bijak, artinya mampu
memanfaatkan media massa sesuai dengan keperluannya. Cerdas, artinya mampu
memilih dan memilah ragam informasi yang memang diperlukan. Tahu mana yang
penting, dan mana yang tidak penting atau bahkan berbahaya bagi dirinya maupun
lingkungannya. Konsep ini merujuk pada kemampuan khalayak untuk mengakses,
menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi pesan-pesan melalui media dalam
berbagai konteks.
Dalam kondisi masyarakat media seperti
sekarang, sangat penting untuk mengkaji acara-acara yang boleh dan tidak untuk
ditonton. Salah satu kuncinya adalah ketrampilan media literacy.
Ketrampilan ini sebenarnya tidak hanya untuk orang tua namun lebih ditekankan
pada anak-anak dan remaja. Karena pada usia tersebut anak-anak atau remaja
cenderung untuk menirukan tanpa mem-filter terlebih dahulu apa yang
mereka lihat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar