Dalam aksiologi, ada dua penilain
yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat
yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika
lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan
salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan
menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai
masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku
Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran
kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan
moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di
atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda
dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah
dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari
etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang
ia lakukan.
Didalam etika, nilai kebaikan dari
tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku
yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri,
masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada
empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme,
utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan
baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap
kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri
adalah kebahagiaan.
Sementara itu, cabang lain dari
aksiologi, yakni estetika. Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan
tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala
sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu
kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah
bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga
mempunyai kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah
merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang senantiasa bersangkutan
dengan perasaan. Misalnya kita bengun pagi, matahari memancarkan sinarnya kita
merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan. Meskipun sesungguhnya
pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat.
Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek
itu, artinya memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal
sebenarnya tetap merupakan perasaan.
Susriasumantri,
Jujun S. 1987. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Baktiar,
Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ahmad
Tafsir. 2006. filsafat ilmu. Bandung: Rosdakarya.
Salam,
Burhanudin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta:
Rineka Cipta
Ugm,
Tim Dosen Filsafat Ilmu. 2007. Filsafat
Ilmu. Yogyakarta
Susano,
A. 2011. Filsafat Ilmu Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis
Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta : PT. Bumiaksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar