Ontologi
merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari
Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.Tokoh
Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales,
Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara
penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah
sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan
asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa
mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga
sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).Ontologi terdiri dari dua
suku kata, yakni ontos dan logos . Ontos berarti sesuatuyang
berwujud (being ) dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi adalah bidang
pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada
menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat yaitu ada
manusia, ada alam, dan ada kausa prima dalam suatu hubungan yang menyeluruh,
teratur, dan tertib dalam keharmonisan (Suparlan Suhartono, 2007). Ontologi
dapat pula diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada.
Obyek ilmu atau keilmuan itu adalah dunia empirik, dunia yang dapat dijangkau panca
indera.Dengan demikian, obyek ilmu adalah pengalaman inderawi. Dengan kata
lain,ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang
berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada logika semata. Pengertian ini
didukung pula oleh pernyataan Runes bahwa “ ontology is the theory of
being qua being ” , artinya ontologi adalah teori tentang wujud.Obyek
telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi
filsafat pada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi banyak
digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu.Ontologi
membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.
Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran
semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap
kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang kita
lihat atau yang dapat ditangkap dengan panca indera senantiasa berubah.karena
itu, ia bukanlah hakikat, tetapi hanya bayangan, kopi atau gambaran dari idea-ideanya.
Dengan kata lain, benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca indera ini
hanyalah khayal dan illusi belaka. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
ontologi mengkaji tentang “the study of the nature of existence and being in the
abstract” atau “ the science
of being and universal order ”. Argumen ontologis kedua dimajukan
oleh St. Augustine (354 – 430 M). Menurut Augustine, manusia
mengetahui dari pengalaman hidupnya bahwa dalam alam ini ada kebenaran. Namun,
akal manusia terkadang merasa bahwa ia mengetahui apa yang benar, tetapi
terkadang pula merasa ragu-ragu bahwa apa yang diketahui yaitu adalah suatu
kebenaran. Menurutnya, akal manusia mengetahui bahwa diatasnya masih ada suatu
kebenaran tetap (kebenaran yang tidak berubah-ubah),dan itulah yang menjadi
sumber dan cahaya bagi akal dalam usahanya mengetahui apa yang benar. Kebenaran
tetap dan kekal itulah kebenaran yang mutlak. Kebenaran mutlak inilah oleh
Augustine disebut Tuhan. Ontologi dapat mendekati masalah hakikat kenyataan
dari dua macam sudut pandang. Orang dapat mempertanyakan “kenyataan itu tunggal
atau jamak”? yang demikian ini merupakan pendekatan kuantitatif. Atau orang
dapat juga mengajukan pertanyaan, “Dalam babak terakhir apakah yang merupakan jenis
kenyataan itu?” yang demikian itu merupakan pendekatan secara kualitatif. Ontologi
ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang
dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi,
sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu teknik dan sebagainya). Ontologi
sebagai cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat benda bertugas untuk
memberikan jawaban atas pertanyaan “apa sebenarnya realitas benda itu? apakah
sesuai dengan wujud penampakannya atau tidak?”. Dari teori hakikat (ontologi)
ini kemudian muncullah beberapa aliran dalam persoalan keberadaan, yaitu:
1. Keberadaan
dipandang dari segi jumlah (kuantitas)
a. Monisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh
kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja
sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani.
Tadak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah
salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan
yang lainnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe.
Aliran yang
menyatakan bahwa hanya satu keadaan fundamental. Kenyataan tersebut dapat
berupa jiwa, materi, Tuhan atau substansi lainnya yang tidak dapat diketahui.
b. Dualisme
Aliran ini
berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya,
yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit.
Materi bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan muncul dari benda. sama-sama
hakikat. kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri,
sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam
ini.
Umumnya manusia
tidak akan mengalami kesulitan untuk menerima prinsip dualism ini, karena
setiap kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh pancaindera kita, sedangkan
kenyataan batin dapat segera diakui adanya oleh akal dan perasaan hidup.
c. Pluralisme
Paham ini
berpendapat bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak
dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata.
Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy
and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam
ini tersusun dari banyak unsure, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran
ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan
bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah,
air, api dan udara.
2. Keberadaan dipandang
dari segi sifat, menimbulkan beberapa aliran, yaitu:
a. Materialisme
Aliran
ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran
ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa
dan ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa atau ruh
itu hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah
satu cara tertentu.
b. Idealisme
Sebagai lawan
materialisme adalah aliran idealisme yang dinamakan juga dengan spiritualisme.
Idealisme berarti serba cita, sedang spiritualisme berarti serba ruh.
Idealisme
diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini
beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari
ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menempati ruang. Materi zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan
ruhani.
3. Keberadaan dipandang
dari segi proses, kejadian, atau perubahan.
a. Mekanisme
(serba mesin),
menyatakan bahwa semua gejala atau peristiwa dapat dijelaskan berdasarkan asas
mekanik (mesin).
b. Teleologi
(serba tujuan),
berpendirian bahwa yang berlaku dalam kejadian alam bukanlah kaidah sebab
akibat tetapi sejak semula memang ada sesuatu kemauan atau kekuatan yang
mengarahkan alam ke suatu tujuan.
c. Vitalisme,
memandang bahwa
kehidupan tidak dapat sepenuhnya dijelaskan secara fisika, kimia, karena
hakikatnya berbeda dengan yang tak hidup.
d.Organisisme
(lawannya
mekanisme dan vitalisme). Menurut organisisme, hidup adalah suatu struktur yang
dinamik, suatu kebulatan yang memiliki bagian-bagian yang heterogen, akan
tetapi yang utama adalah adanya sistem yang teratur.
Susriasumantri,
Jujun S. 1987. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Baktiar,
Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ahmad
Tafsir. 2006. filsafat ilmu. Bandung: Rosdakarya.
Salam,
Burhanudin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta:
Rineka Cipta
Ugm,
Tim Dosen Filsafat Ilmu. 2007. Filsafat
Ilmu. Yogyakarta
Susano,
A. 2011. Filsafat Ilmu Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis
Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta : PT. Bumiaksara.
Terimaksih Atas Informasinya...
BalasHapusSama-sama, semoga bermanfaat :)
BalasHapusthanks ya infonya
BalasHapusthanks ya ilmunyaa
BalasHapusMy blog
izin untuk menulis ini sebagai referensi ya:)
BalasHapus